Inspirasi Populer Tajam dan Terkini
IndeksRedaksi

Partisipasi Warga Desa Jangan Dianggap Penghambat Pembangunan ?

Ismail Satria,Warga Desa Kabupaten Bekasi (Photo/ISTIMEWA)

Badarnusantaranews.com|Kabupaten Bekasi- Ismail Satria, Warga Desa di Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi -Bidang Kampanye Pemerintahan Bersih dan Berwibawa DPP LSM BALADAYA.

Photo: Guntoro,yang bersama Ismail, Permohonan informasi ke desa di Babelan Kabupaten Bekasi -Jawabarat (Bidang Kampanye Pemerintahan Bersih dan Berwibawa DPP LSM BALADAYA.(Photo/Istimewa)

Kata Partisipasi selama ini diterjemahkan sebagai ‘peran serta’ atau ‘keikutsertaan’. Konotasinya paling populer, partisipasi adalah keikutsertaan untuk membicarakan agenda yang telah dipatok oleh pemerintah. Secara politis, partisipasi perlu dimaknai sebagai keikutsertaan untuk ikut ambil bagian, dalam kapasitasnya sebagai warga negara. Jelasnya, keikutsertaan yang dilakukan bukan hanya dalam mengiyakan ataupun menolak proposal kebijakan pemerintah, namun juga mengusulkan adanya kebijakan tertentu kalau hal itu memang diperlukan, sekalipun belum disiapkan oleh pemerintah.

 

Sehubungan dengan hal itu, perlu ditegaskan bahwa dalam tulisan ini, kata partisipasi tidak harus dikaitkan dengan keikutsertaan tehadap agenda pemerintah. Partisipasi adalah hak politik yang sebetulnya sudah dijamin dalam berbagai ketentuan perundang-undangan.

 

Sehubungan dengan hal itu, maka partisipasi justru harus dituntut, dan komunitas yang terlibat dalam gerakan pembaruan politik di negeri ini menuntutnya dalam bentuk jaminan dalam format yang lebih operasional (tepat guna).

 

Konsep partisipasi dalam perkembangannya memiliki pengertian yang beragam walaupun dalam beberapa hal memiliki persamaan. Dalam pembangunan yang demokratis, terdapat tiga tradisi partisipasi yaitu partisipasi politik, partisipasi sosial dan partisipasi warga.

 

 

Partisipasi dalam proses politik yang demokratis melibatkan interaksi individu atau organisasi politik dengan negara yang diungkapkan melalui tindakan terorganisir melalui pemungutan suara, kampaye, protes, dengan tujuan mempengaruhi wakil-wakil pemerintah. Partisipasi sosial dalam kontek pembangunan diartikan sebagai keterlibatan masyarakat terutama yang dipandang sebagai pewaris pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan di semua tahapan siklus pembangunan. Dalam hal ini partisipasi sosial ditempatkan diluar lembaga formal pemerintahan. Sedangkan partisipasi warga diartikan sebagai suatu kepedulian dengan perbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan di berbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan mereka.

 

Dalam konsep pembangunan, pendekatan partisipasi dimaknai; pertama, sebagai kontribusi masyarakat untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembangunan dalam mempromosikan proses-proses demokratisasi dan pemberdayaan.

 

Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertujuan melaksanakan fungsi-fungsi pelayanan publik dan kesejahteraan umum, maka masyarakat berhak mengawasi pelayanan publik di desa termasuk pengelolaan keuangan desa.

 

Pengawasan masyarakat terhadap pengelolaan dana desa dapat dilakukan dalam bentuk meminta informasi terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dan lampirannya serta dapat pula melakukan pengawasan terhadap perencanaan dan kualitas proyek-proyek yang dikerjakan dengan menggunakan dana desa, baik secara perorangan maupun melalui Badan Perwakilan Desa (BPD). Pengawasan seperti itu hendaknya tidak dianggap sebagai penghambat pembangunan desa. Karena hakekat pengawasan adalah dalam rangka perbaikan pelayanan pada masyarakat dan lebih dari itu adalah agar pemerintah desa dipercaya masyarakat. Karena itu para kepala desa diharapkan tidak alergi terhadap pengawasan dana desa oleh warga apalagi kemudian berupaya membalas pengawasan warga tersebut dengan tidak melayani atau tindakan lain yang tidak dibenarkan undang-undang.

 

Desa wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada masyarakat.

 

Masyarakat Desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa sebagaimana diatur dalam Pasal 68 ayat (1) huruf (a) Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.

 

Dalam melaksanakan tugas, kepala desa berkewajiban melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme, serta memberikan informasi kepada masyarakat desa sebagaimana diatur Pasal 26 Ayat (4) huruf (f)dan (p).(Red & tim).