Oleh ; Bagong Suyoto Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) dan Ketua Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI).1 Desember 2024.
badarnusantaranews.com|Kabupaten Bekasi –Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (MLH/BPLH) Hanif Faisol Nurofiq melakukan Sidak ke TPA Burangkeng Kabupaten Bekasi, Minggu, 1 Desember 2024. Menteri memasang papan peringatan bertulis: “PERINGATAN AREA INI DALAM PENGAWASAN PEJABAT PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP”. Papan yang dicor beton itu adalah semacam “segel” dalam bahasa kasarnya, merupakan bentuk kemarahan Menteri.
Menteri LH didampingi Sekretaris Menteri LH/PBLH Rosa Vivien Ratnawati, Ditjen Penegakkan Hukum Rasio Ridho Sani, Ditjen PSLB3 Ade Palguna, Direktur Penanganan Sampah Novrizal Tahar dan sejumlah pejabat tinggi KLH/BPLH. Sedang dari Pemerintah Kabupaten Bekasi, tampak Pj Bupati Dedy Supriyadi, Kepala Dinas LH Kabupaten Bekasi Syafri Donny Sirait, anggota DPRD Kabupaten Bekasi Syarif Marhaendi, Kepala UPTD TPA Burangkeng, dll. Juga ada Ketua Prabu Peduli Lingkungan dan sejumlah aktivis dan jurnalis.
Menteri LH menyatakan, TPA sampah Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi sudah tidak layak dan berpotensi ditutup. “Secara fisik kita bersama merasakan bagaimana tekanan lingkungan dan sosial yang muncul disini (TPA Burangkeng). Sehingga yang saya dapat persepsikan sebenarnya ini sudah tidak mampu lagi menanggung beban fungsinya sebagai TPA,” kata Hanif kepada awak media.
Menteri LH menegaskan, ada dua hal disini, pertama ada paksaan pemerintah yang mungkin akan direkomendasikan tim pengawasan lingkungan hidup yang kita harus taati bersama, karena berkonsekuensi pidana maupun perdata. Kedua, penutupan dan penataan ulang itu harus dilakukan untuk memulihkan lingkungan yang sudah terdampak atau tercemar TPA Burangkeng berdasarkan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan.
“Intinya TPA ini sudah dalam pengawasan kami. Kami me-review supaya kita saling ingat bahwa di dalam Undang-Undang 18 Tahun 2008, sampah itu tanggung jawabnya cuma di tiga layer. Layer tertinggi ada di saya Menteri, layer ke-2 (Gubernur), layer ke-3 di Bapak (Bupati). Cuma 3 layer itu saja yang bertanggung jawab sampah di wilayah masing-masing. Secara fisik sebenarnya akan saya tutup ya, tetapi saya perlu pendalaman. Ini sebenarnya sudah melanggar menimbulkan pencemaran banyak aspek,” tutur Hanif Faisol (detik.com, 1/12/2024).
Artinya, menurut ketentuan peraturan perundangan secara Pidana dan Perdata yang bertanggung terhadap pengelolaan buruk TPA Burangkeng adalah Bupati Kabupaten Bekasi. Kemungkinan terburuknya, Bupati Bekasi dalam konteks ini bisa diseret ke ranah pidana. Karena apa yang terjadi di TPA Burangkeng merupakan bagian dari bentuk “kejahatan lingkungan”.
Dalam kesempatan ini, Ditjen Gakkum Rasio Ridho Sani menjelaskan, bahwa TPA Burangkeng belum memiliki persetujuan lingkungan sehingga perizinannya tidak sesuai. Apa yang disampaikan Ditjen tersebut dibenarkan oleh sejumlah warga sekitar dan para aktivis lingkungan yang melakukan pemantauan TPA tersebut selama belasan tahun. Artinya, Amdal TPA Burangkeng tidak ada, apalagi laporan RKL/RPL yang seharusnya dilakukan setiap semester sekali.
TPA Burangkeng dikelola oleh sumber daya manusia (SDM) tidak profesional. Sejak dioperasikan dikelola dengan sistem open dumping, yang dilarang peraturan perundangan. Keberadaan TPA Burangkeng menambah beban pencemaran lingkungan hidup, memperburuk panorama alam, mengancam kesehatan dan merugikan hak asasi manusia (HAM) warga sekitar.
Nyaris semua zona TPA Burangkeng pernah longsor karena sudah overload. Zona yang longsor pada 7 November 2024 merupakan zona tambahan baru, seluas 2,2 hektar. Zona tersebut dioperasikan pada awal Januari 2024 dan pada 8 November 2024 relatif sudah penuh. Sampah di zona baru sampah langsung ditumpuk di atas tanah tanpa membuat konstruksi landfill yang dilapisi geomembant, tidak ada pembuatan manajemen pengelolaan gas dan leacahe, seperti pipa-pipa gas sampah dan leachate. Kemampuannya hanya 11 bulan. Maka mau tidak mau Dinas LH Kabupaten Bekasi harus melakukan penambahan lahan.
Kasus sampah TPA Burangkeng longsor sangat parah terjadi pada tahun 2021, dimana sampahnya menguruk instalasi pengolahan air sampah (IPAS) dan tempat pengomposan, gudang, dll. Sebetulnya, IPAS-nya tidak dioperasikan mengikuti standar dan peraturan perundangan. Alias IPAS alakadarnya. Pada Oktober 2024 atau mungkin beberapa sebelumnya, TPA Burangkeng praktis tidak punya IPAS. Dampaknya, sebagian leachate masuk ke kali dan lahan pertanian warga. Sehingga sangat merugikan petani.
Dampak buruk sampah TPA Burangkeng terhadap lingkungan hidup semakin berat, acaman kesehatan masyarakat dan merusak pencaharian petani sekitar. Pencemaran lingkungan hidup dari gas-gas sampah (CH4, CO2, dll) dan leachate meningkatkan efek gas rumah kaca (GRK), climate change dan pemanasan global.
Gas metana merupakan salah satu GRK dapat menyebabkan efek rumah kaca, penyebab terjadinya pemanasan global (global warming). Saat ini terdapat kurang lebih 450 TPA di kota besar dengan sistem open dumping dan baru sebagian kecil yang dikembangkan menjadi controled landfil. Potensi sampah yang dapat dihasilkan dari 45 kota besar di Indonesia mencapai 4 juta ton/tahun. Potensi gas metana yang bisa dihasilkan mencapai 11.390 ton CH4 / tahun atau setara dengan 239.199 ton CO2 / tahun, jumlah ini merupakan 64% dari total emisi sampah berasal dari 10 kota besar, antara lain Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang, Palembang, Makasar, Bekasi, Depok, dan Tanggerang (Arie Herlambang dalam Envisha FKM UI, 2010).
Jika sampah dibakar juga menimbulkan bahaya. Pembakaran sampah dapat menghasilkan gas rumah kaca, seperti CO2, N2O, NOx, NH3 dan karbon organik. CO2 menjadi gas utama yang dihasilkan oleh pembakaran sampah dan dihasilkan cukup lebih tinggi dibanding emisi gas lainmya. (Kohnke, n.d.). Jika yang dibakar sampah plastik bisa menghasilkan dioxin dan furan penyebab terganggunnya alat-alat reproduksi dan kanker. Berbagai kajian yang dilakukan pakar memberikan bukti-bukti ilmiah.
Pengelolaan TPA Burangkeng secara open dumping jelas merendahkan harkat martabat manusia, merusak alam dan merugikan warga sekitar serta jelas melanggar hukum. Pendekatan di atas bertentangan dengan UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah, PP No. 81/2012, Keppres No. 97/2017 dan peraturan terkait. Bahkan, sampah harus diolah dari sumber dengan multi-teknologi dengan melibatkan masyarakat.
Dalam konteks tersebut sangat jelas mengabaikan warga sekitar yang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik, sehat dan berkelanjutan. Bahwa Pasal 28H UUD 1945 dan Pasal 65 Undang-Undang No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 33/1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan, bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia.
Ketua PRABU Peduli Lingkungan Foundation Carsa Hamdani sudah lama menyuarakan keresehan warga sekitar akibat pencemaran lingkungan hidup dan ancaman kesehatan yang berasal dari pengelolaan TPA Burangkeng yang semakin buruk. Berulangkali lembaganya bersama warga melakukan demo, protes dan memberikan masukan secara lunak kepada Pemerintah dan DPRD Kabupaten Bekasi agar memperbaiki pengelolaan TPA Burangkeng. Namun, belum menunjukkan hasil yang baik.
Ketua PRABU Peduli Lingkungan mendukung tindakan Menteri LH melakukan Sidak dan melihat fakta yang sebenarnya di lapangan, bahwa pengelola TPA Burangkeng benar-benar buruk. Dengan pemasangan papan segel pengawasan menunjukkan, bukti sangat faktual, bahwa Menteri LH dan jajarannya sudah gerah, marah melihat kondisi buruk TPA Burangkeng. Bahkan, beberapa minggu lalu KLH telah mengirim surat kepada Bupati Bekasi dan mengirim tim penegak hukum berkaitan konteks ini.
Solusi Jangka Pendek
Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Yayasan Pendidikan Lingkungan Hidup dan Persampahan Indonesia (YPLHPI) dan Yayasan Kajian Sampah Nasional (YKSN) menyarankan agar Pemberintah Kabupaten Bekasi bertindak cepat dalam jangka pendek dan menengah memperbaiki pengelolaan TPA Burangkeng.
Pemkab Bekasi harus mengeluarkan dana dalam bentuk cash program atau tanggap darurat. Setidaknya mengeluarkan alokasi anggaran Rp 400 sampai 500 miliar untuk jangka pendek. Penanganan TPA Burangkeng harus menjadi perhatian serius. Berikut solusi yang bisa dilakukan dalam jangka pendek dan menengah. Sehingga dalam waktu setengah atau satu tahun sudah tampak adanya perbaikan menuju TPA controll landfill.
Solusi jangka pendek yang harus dilakukan oleh Pemkab Kabupaten Bekasi adalah merapikan tumpukan-tumpukan sampah dan melakukan cover-soil setebal sekitar 20 Cm semua zona TPA Burangkeng, memperbaiki drainase dan jalan operasional.
Selanjutnya, membangun IPAS baru karena TPA Burangkeng tidak punya IPAS sekaligus membuat manajemen/pengelolaan leachate dan gas-gas sampah. IPAS tersebut nantinya harus dioperasikan selama 24 jam penuh dan lindinya harus diuji laboratorium setiap bulan.
Perluasan lahan sekitar 10 hektar atau lebih untuk pembangunan plant pengolahan sampah dengan multi-teknologi, seperti composting, Refuse Derived Fuel (RDF) dan lainnya dan untuk zona baru. Sampah yang berasal dari seluruh pasar trasional di Kabupaten Bekasi langsung dimasukan ke plant composting. Penambahan lahan tidak akan bertahan lama jika tidak ada pengolahan sampah dengan teknologi berkualitas dan mampu mereduksi 80-90%. Dan penambahan alat-alat berat, seperti escavator, backhoe, wheel loader, bulldozer, dll.
Pemkab Bekasi harus menfasilitasi dan mendukung komunitas dan pegiat lingkungan yang melakukan pengelolaan sampah sistem 3R (reduce, reuse, recycle) di sekitar TPA Burangkeng. Jadi harus melakukan kolaborasi dengan komunitas, lembaga peduli sampah, warga pemulung, pelapak, dll. Sebaiknya ada pusat-pusat daur ulang, termasuk composting di sekitar TPA Burangkeng. Mereka bergerak dalam sistem 3R sebelum masuk TPA.
Sebetulnya, TPA Burangkeng harus membuat buffer zone, pagar hijau keliling bukan hanya pagar arcon ketika terdesak sampah langsung roboh. Buffer zona tersebut berfungsi sebagai pemisah dengan pemukiman warga, pengendali udara, penyejuk, dll. TPA Burangkeng pun harus memiliki ruang terbuka hijau (RTH). RTH akan memperindah wajah TPA.
Banyak hal yang harus dilakukan Pemerintah Kabupaten Bekasi, karena ada 37 sampai 41 permasalahan yang menyelemuti TPA Burangkeng. Hal itu semua tergantung pada kemauan politik bupati, DPRD, tokoh Masyarakat, aktivis lingkungan dan stakeholders lain harus berkolaborasi memperbaiki pengelolaan TPA Burangkeng menjadi TPA dengan metode control landfill dan lebih hebat menjadi sanitary landfill. Pendeknya TPA Ramah Lingkungan.* 1/12/2024.
(Red/Dian.s)