Inspirasi Populer Tajam dan Terkini
IndeksRedaksi

Kandidasi berintegritas pada Pilkada Kab Bekasi 

Izhar Ma'sum Rosadi, Warga Desa Segarajaya Kec Tarumajaya Kab Bekasi, Ketum DPP LSM BALADAYA.Photo/@BN News /Tim.

badarnusantaranews.com|Kabupaten Bekasi –Secara geografis Kabupaten Bekasi terletak pada posisi 6º10’53’’- 6º30’6’’ Lintang Selatan dan 106º48’28’’ -107º27’29’’ Bujur Timur. Kabupaten Bekasi memiliki wilayah seluas 127.388 Ha yang terbagi menjadi 23 kecamatan, delapan kelurahan, dan 179 desa. Secara administratif, Kabupaten Bekasi berbatasan dengan wilayah kabupaten/kota lainnya, yaitu sebagai berikut; Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa; Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor; Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang; dan Sebelah barat berbatasan dengan Kota Bekasi dan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Bekasi, Pemerintah Kabupaten Bekasi memiliki satuan kerja sebagai berikut; Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebanyak 36; Perangkat Daerah Kecamatan sebanyak 23; Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), yaitu RSUD Cibitung dan RSUD Cabangbungin; Puskesmas sebanyak 51 yang diantaranya sebanyak 46 berstatus sebagai BLUD; dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebanyak lima yaitu: Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk; Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Bhagasasi; PT Bina Bangun Wibawa Mukti; PT Bank Perkreditan Rakyat Wibawa Mukti Jabar; dan PT Bekasi Putera Jaya.Selain itu, Pemerintah Kabupaten Bekasi mengawasi dan membina 179 desa serta membawahi delapan kelurahan.

Pemerintah Daerah Kabupaten Bekasi telah melakukan pembangunan di segala bidang, dengan capaian-capaian kinerja pembangunan. Berdasarkan pada data hasil pembahasan Panitia Khusus LKPJ Bupati Tahun 2023 (hal. 55.56) terhadap capaian kinerja pembangunan secara menyeluruh yang meliputi bidang sosial budaya, bidang ekonomi, bidang fisik dan prasarana serta bidang aparatur dan pemerintahan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2022 yaitu 75,22 poin dan Tahun 2023 76,13 poin; Pencapaian Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Bekasi pada tahun 2022 yaitu 74.02 Tahun dan Tahun 2023 yaitu 74.38 Tahun; Penduduk miskin Kabupaten Bekasi Tahun 2022 yaitu 201.100 jiwa dan pada Tahun 2023 yaitu 204.100 jiwa; Rata-rata Lama Sekolah pada tahun 2022 yaitu 9,53 Tahun dan pada Tahun 2023 yaitu 9,57 Tahun; Harapan Lama Sekolah pada Tahun 2022 yaitu 13,11 Tahun dan pada Tahun 2023 yaitu 13,17 Tahun; Angka Harapan Hidup pada Tahun 2022 yaitu 74.02 Tahun dan pada Tahun 2023 yaitu 74.38 Tahun; Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan Kabupaten Kabupaten Bekasi pada tahun 2022 yaitu 265.120,49 Miliar Rupiah dan pada Tahun 2023 yaitu 274.224,90 Miliar Rupiah; Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Bekasi Pada Tahun 2022 yaitu 5,30 persen dan pada Tahun 2023 yaitu 5,32 persen; Produk Domestik Regional Bruto per Kapita atas dasar harga berlaku Kabupaten Bekasi Pada Tahun 2022 yaitu 367.562,03 Miliar Rupiah dan pada Tahun 2023 yaitu 393.822,98 Miliar Rupiah; dan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Kabupaten Bekasi Pada Tahun 2023 pencapaiannya sebesar 87,00.

Penulis menilai bahwa penyelenggaraan pemerintahan kabupaten Bekasi masih dihadapkan pada tantangan kepemimpinan dalam melakukan pembinaan dan pengawasanserta membangun sistem pengendalian internal yang optimal dan memadai atas 36 OPD, 23 perangkat daerah Kecamatan, 2 RSUD, 51 Puskesmas, 5 BUMD, 179 desa dan 8 Kelurahan. Oleh karena itu Kabupaten Bekasi memerlukan Bupati Bekasi terpilih yang baru melalui pemilihan kepala daerah serentak yang akan dilaksanakan di tahun 2024 ini.

Saat ini,, ramai di grup-grup WhatsApp dan atau media sosial lainnya serta media cetak dan online, membincang Kandidasi Bakal Calon Bupati Bekasi.

Kandidasi dimaknai sebagai proses bagaimana kandidat dipilih dari kandidat-kandidat potensial yang mampu bersaing untuk mendapatkan jabatan publik (Pippa Norris, ”Recruitment”, dalam Richard S Katz and William Crotty, Handbook of Party Politics, 2006).

Sudah barang tentu, banyak orang yang berkehendak mencalonkan diri menjadi Bacalon kepala daerah atau wakil kepala daerah (running for office). Namun tidak semua memiliki modal memadai. Persaingan perebutan tiket menuju gelanggang pertarungan pilkada Kab Bekasi akan terjadi.

Tahapan saat ini saja, disebut sebagai tahap pemunculan (surfacing), sebelum ketiga tahapan lain dilakukan, yaitu tahap primary, nominasi dan tahap pemilihan ( merujuk pada Judith Trend dan Robert Friendenberg dalam bukunya, Political Campaign Communication Principles and Practices, 2015). Pada tahap pemunculan yang diperkokoh adalah citra diri sehingga berpotensi untuk dipertimbangkan dalam bursa kandidat. Tahap primary sangat menentukan karena dalam situasi kompetitif apakah kandidat meyakinkan untuk bisa dicalonkan oleh partai politik.

Tahap nominasi adalah saat dirinya sudah resmi menjadi kandidat oleh KPU dan mulai berkampanye intensif.Kampanye memang belum saatnya dilakukan karena belum ada pasangan calon resmi yang ditetapkan KPU. 

Akaan tetapi, intensitas kerja komunikasi politik meningkat, umumnya dengan melakukan kerja publisitas politik, public relations politik dan pemasaran politik.

Kerja komunikasi politik ini tentu menjadi penting dalam proses kandidasi mengingat salah satu indikator penting dalam kandidasi adalah modal elektoral kandidat, seperti tingkat popularitas, tingkat penerimaan publik, dan tingkat elektabilitas. Oleh sebab itu, pemasaran politik sejatinya sudah dilakukan sejak awal kandidat berniat serius maju ke pencalonan.

Semua proses komunikasi politik di atas titik tekannya adalah pada upaya memperkuat hukum probabilitas diri bakal calon untuk masuk bursa kandidat. Hanya saja, proses komunikasi tidaklah linear atau tegak lurus.

 

Proses yang paling rumit dan sering mengubah banyak hal melampaui pertimbangan kapasitas diri dan potensi keterpilihan kandidat adalah perspektif elite.Gary W Cox dalam tulisannya, Making Vote Count (1997), Kaitan dengan strategic entry, menyimpulkan tiga pertimbangan penting seseorang untuk bisa masuk dalam bursa kandidat.

Pertama, biaya memasuki arena (cost of entry). Faktor ini sering dikaitkan dengan proses politik yang kerap berbiaya tinggi sehingga terjadi kapitalisasi politik dan kerap melahirkan hukum penawaran dan permintaan dalam negosiasi politik yang melibatkan partai politik atau kelompok kepentingan lainnya. Bahkan ada adagium yang beredar di masyarakat, “Asal ada isi tas nya”.

Kedua, keuntungan yang didapat jika duduk di kekuasaan (benefits of office). Potensi-potensi kemenangan yang dihitung oleh elite utama partai politik jika mendukung seseorang untuk maju. Hal ini bisa kita amati, misalnya, dalam proses koalisi yang tidak berlandaskan ideologi atau kesamaan platform, tetapi lebih karena berburu kekuasaan (office seeking).

Ketiga, baru aspek kemungkinan perolehan dukungan dari para pemilih (probably of receiving electoral support). Potensi yang melekat pada diri bakal calon yang berpeluang meraup suara di basis-basis pemilih.

 

Tidaklah mudah melakukan negosiasi dalam komunikasi politik terutama jika dengan partai politik yang sangat hitam pekat dengan kepentingan elite utamanya.

 

Idealnya, kandidasi adalah sarana pelembagaan politik di tubuh partai politik sebagai bagian dari tahapan kaderisasi. Setelah tahapan perekrutan, kemudian pelibatan kader dalam ragam aktivitas serta penguatan sistem nilai yang dibangun partai, berikutnya adalah distribusi dan alokasi kader ke sejumlah jabatan publik termasuk melalui pintu pilkada untuk menjadi pemimpin yang mumpuni dan transformasional.

 

Realitasnya, kandidasi pilkada ini kerap dirusak. Misalnya, dirusak oleh praktik sempurna oligarki politik yang menutup akses kompetisi dari hulu ke hilir dan menyebabkan pilkada sebagai permainan segelintir elite. Modusnya bermacam-macam.

Jika si Elit tersebut tak maju, biasanya dia akan menyiapkan orang-orang tertentu yang memiliki modal ekonomi kuat dan diplotnya menjadi kandidat kuat.

Praktik politik seperti itu memaksakan orang untuk maju menjadi kandidat tanpa persiapan panjang dalam tahapan kepemimpinan ini menjadi persoalan serius. Proses kandidasi menjadi sangat instan. Kekuatan rujukan (reference power) begitu dominan, dan akhirnya kandidasi bak seremoni belaka tanpa arti hakiki lagi.

Hal lain yang merusak tentunya kekuatan ”investor” ekonomi dan politik yang dominan memainkan peran dalam kandidasi, bahkan melampaui kuasa partai politik.

Pengusaha atau pebisnis yang punya kepentingan mendapatkan bisnis dan atau menjaga bisnisnya bisa memfasilitasi tokoh-tokoh tertentu untuk maju menjadi calon kepala daerah. Logika pasar di mana utang biaya politik ini harus berbalas konsensi atau proteksi bisnis pihak yang membiayai pencalonan dan pemilihannya. Kekuasaan yang sedari awal didesain untuk menjadi modus pencurian atas nama otoritas kekuasaan.

 

Birokrasi oligarki membentuk kartel yang berkewajiban menentang para pesaingnya sekaligus membatasi kompetisi, menghalangi akses, dan mendistribusikan keuntungan kekuasaan politik di antara sesama kelompoknya saja ( Adam Przeworski dalam Sustainable Democracy, 1999). Salah satu instrumen yang kerap dimanfaatkan untuk memuluskan kepentingannya dimulai sejak proses kandidasi.

 

Dalam penyelenggaraan Pilkada kab Bekasi 2024 ini, sudah seharusnya membebaskan Kandidasi dari Kandidasi “asal ada isi tas nya”, Kandidasi Kepentingan Hitam Elit. Sehingga Pilkada Kab Bekasi 2024 dapat melahirkan Pemimpin Politik yang mampu; memimpin penyelenggaraan pemerintahan di Kab Bekasi secara transparan dan akuntabel, melaksanakan pemenuhan rekomendasi- rekomendasi BPK RI, membangun sistem pengendalian internal yang memadai, mampu melakukan pembinaan dan pengawasan yang optimal kepada para Camat/Lurah/Kepala Desa; dan mampu meningkatkan capaian kinerja pembangunan daerah kab Bekasi. Oleh sebab itulah, Kandidasi Berintegritas menjadi faktor kunci!** (Red)