Inspirasi Populer Tajam dan Terkini
IndeksRedaksi

PEMBODOHAN TERHADAP PELAKU CIRCULAR ECONOMY ARAS BAWAH, HARUS DIHANCURKAN

Oleh ; Bagong Suyoto Ketua Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI) dan Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas)

badarnusantaranews.com|Bekasi- Dalam pendampingan terhadap pelaku circular economy aras bawah harus ada nilai-nilai moral, kemanusiaan dan penghargaan hak asasi manusia. Pembodohan berkelanjutan terhadap mereka demi mendapatkan proyek/uang oleh pihak tertentu merupakan bentuk penghinaan dan eksploitasi yang mengerikan. Nama mereka disebut sangat jelas dalam proposal sebagai obyek proyek semata.

 

Sore hari, 19 Desember 2024 saya berkunjung ke sejumlah gubuk dan tempat pengelolaan sampah yang dilakukan pemulung dan pelapak di sekitar TPST Bantargebang dan TPA Sumurbatu Kota Bekasi. Kunjungan tersebut merupakan aktivitas rutin, hampir setiap hari saya mendatangi gubuk-gubuk pemulung.

 

Proses pengelolaan sampah di sini, mereka bekerja keras mengais sampah, memilah dan mengumpulkan hasil pilahan, menimbang dan menjualnya pada pengepul/bos. Berbagai jenis sampah yang dikelola di bedeng atau depan dan pinggir gubuk.

 

Sayangnya, sekarang harga sampah pungutan sedang jatuh draktis, 50-60%. Stabilitas harga sampah dalam negeri berantakan. Kondisi buruk ini sudah beberapa tahun berlangsung. Misal, harga sampah gabrugan (campuran) kisaran Rp 700-800/kg, ketika harga normal mencapai Rp 1.200-1.400/kg. Pendapatan pemulung dan pelapak turun draktis akibatnya daya beli melemah, sementara harga-harga kebutuhan pokok terus naik. Buntutnya timbulkan depresi.

 

Sementara sejumlah pelapak terus merugi dan bangkrut. Karena harga-harga berbagai jenis sampah pilahan ikut turun. Ketika menjual ke bandar atau pabrik tidak langsung dibayar, menunggu dua minggu sampai sebulan baru ditransfer. Sedangkan biaya operasional tetap mahal atau malah naik, misal bayar kuli bongkar muat, BBM, bayar kuli sortir, dll. Misalnya upah sortir plastik Rp 700-1.000/kg.

 

Gubuk-gubuk itu tidak jauh dari rumah saya, dengan sepeda motor ditempuh hanya 4-5 menit. Setiap hari saya dan tim perwakilan sejumlah lembaga mendampingi pemulung, pelapak, buruh sortir, warga sekitar TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu. Jadi, mereka itu bermukim di wilayah Bantargebang adalah komunitas-komunitas dampingan kami. Juga, mereka yang berada di sekitar TPA Burangkeng Kabupaten Bekasi. Ketiga pembuangan sampah itu berada di wilayah Bekasi Raya.

 

Bantargebang terutama dan Bekasi Raya bagian dari wilayah kerja-kerja bersama dalam advokasi dan income-generating yang dilakukan selama belasan tahun. Lembaga yang terlibat pendampingan antara lain Asosiasi Pelapak dan Pemulung Indonesia (APPI), Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Yayasan Kajian Sampah Nasional (KPNas), Yayasan Al-Muhajirin Bantargebang (YAB), Komunitas Pemulung Bantargebang Sejahtera (KPBS), Prabu Peduli Lingkungan Foundation, Kaukus Lingkungan Hidup Bekasi Raya, Jaringan Jurnalis Peduli Lingkungan, dll. Juga, dukungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kecamatan Bantargebang.

 

Sampah yang dikelola ada yang berasal dari TPST Bantargebang, TPA Sumurbatu, TPA Burangkeng dan dari wilayah lain, seperti kawasan industri, pemukiman, pasar, dll. Semua sampah tersebut memiliki nilai ekonomi dikelola oleh pelaku 3R (Reduce, Reuse, Recycle) ini. Sungguh luar biasa kerja mereka dalam mengembalikan sampah jadi sumberdaya dan melestarikan lingkungan hidup, begitu konkrit. Merupakan implementasi UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah.

 

Pemerintah/negara mesti memahami dan menghargai jasa mereka. Sepatutnya, pemerintah/negara memberi insentif dan apa yang mereka butuhkan. Saya yakin, Presiden Prabowo Subianto dan jajaran Menteri di Kabinet Indonesia Maju akan menempuh jalan terbaik guna meningkatkan kehidupan dan derajat pelaku circular economy aras bawah tersebut.

 

Pendidikan Untuk Tingkat Derajat

 

Saya dan tim giat melakukan kerja-kerja bersama pelaku circular economy aras bawah, diantaranya pemulung, pelapak, pencacah plastik, tukang sortir, dll. Dalam upaya mendampingi penyiapkan pemenuhan bahan baku sektor daur ulang dalam negeri.

 

Sekarang ini penyediaan bahan baku plastik dan kertas menjadi fokus dan perhatian serius Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup DR. Hanif Faisol Nurofiq dalam menyukseskan kebijakan mengakhir impor sampah plastik dan memperketat rekomendasi ijin impor kertas. Kebijakan tersebut harus mendapat dukungan penuh dari pelaku circular economy dalam negeri.

 

Kami berjuang bersama untuk meningkatkan taraf hidup dan derajat kemanusiaan. Mereka didampingi agar bisa berkembang dengan baik, anak-anaknya dapat bersekolah hingga perguruan tinggi/universitas. Upaya meningkatkan derajat yang paling bagus dan cepat melalui pendidikan.

 

Maka kami pun memfasilitasi dan menyelenggarakan pendidikan berbagai jenjang, mulai dari TK/PAUD hingga SMU/SMK. Pun mencarikan bapak/ibu angkat bagi yang kuliah di perguruan tinggi/universitas. Bahwa adanya perbaikan dan derajat yang lebih baik merupakan tujuan utama pendampingan. Anak-anak keluarga pemulung harus berubah pekerjaan dan derajatnya.

 

Jika anak-anak keluarga pemulung punya pendidikan tinggi/universitas maka akan punya peluang dan pilihan lebih besar dalam menentukan masa depannya. Hal ini terbukti, tim dan lembaga networking kami telah menguatkan, bahwa anak-anak itu diberi pendidikan minimal SMU/SMK punya peluang kerja lebih bagus, dapat income bagus, dan bisa kuliah sambil bekerja. Masa depan mereka lebih cerah dan menjanjikan.

 

Lawan Pembodohan 

 

Dalam kerja-kerja advokasi dan income generating tersebut kami menempatkan pemulung, pelapak, tukang sortir dan warga sebagai subyek, pelaku utama. Mereka bukan “obyek proposal”, “obyek proyek”, atau hanya dijadikan alat untuk dieksploitasi. Pemulung dan lebel di belakangnya; miskin, bodoh, terbelakang, kumuh, dll seringkali hanya dijadi obyek untuk memperoleh uang.

 

Dalam aktivitas kami menekankan esensialnya peran, mereka itu bagian dari kami, teman-teman dan saudara kami, secara jelas dan nyata kami memperjuangkan nasibnya. Mereka diajak dalam pembuatan perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi program.

 

Tujuan utama kami adalah membangun organisasi lokal yang kuat, kepemimpinan lokal yang handal dan cerdas. Ini inti dari aktivitas advokasi yang dikombinasikan dengan income-generating. Mereka dicerdaskan otaknya dan dimampukan ekonominya.

 

Mereka juga ingin maju dan derajat yang meningkat sejalan dengan perubahan jaman semakin modern dan mendigital. Janganlah menciptakan pemulung miskin dan kumuh secara turun temurun hanya demi sebagai obyek proyek. Hal ini merupakan perbuatan yang keji dan menghinakan nilai-nilai kemanusiaan serta hak asasi manusia (HAM) yang paling dasar. Ingatlah 10 hak asasi paling dasar yang dideklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1948. Dan, secara jelas tertuang dalam UUD 1945 dan perundangan di Indonesia.

 

Komunitas atau pelaku circular economy aras bawah harus melawan terhadap pihak-pihak yang melakukan pembodohan, menjual nama pemulung dan kemiskinanya dalam proposal demi mendapatkan proyek atau bantuan keuangan, setelah cair pemulung tidak tahu atau tidak diberi tahu. Misal, anak pemulung didata untuk diajukan bantuan biasiswa, setelah cair tidak diberi tahu atau tidak dapat.

 

Selanjutnya, pemulung diajukan sebagai peserta program daur ulang kepada corporate tertentu, tetapi sesudah dana cair dari funding agency, pemulung tersebut tidak diberi tahu alias tidak dapat bagian dari uang bantuan itu. Padahal, dalam proposalnya, salah satu tujuannya untuk mensejahtera pemulung. Dengan mudahnya membuat kalimat: “mensejahterakan pemulung” hanya untuk membangun reputasi kebohongan!

 

Setiap tahun sejumlah program diajukan ke berbagai lembaga donor dengan menyematkan pemulung dengan kondisi yang menyedihkan, namun setelah dana cair, pemulung hanya bisa gigit jari. Belum lagi janji-janji manis pada pemulung yang absurd. Bentuk penipuan yang sangat serius di zaman yang semakin menghargai HAM.

 

Entaskan Kemiskinan

Orang miskin, seperti pemulung seringkali disiram dengan bantuan Sembako sebagai simbol belas kasih atau murah hati. Bisakah mengentaskan kemiskinan dengan bantuan Sembako? Pertanyaan yang sulit dijawab jika kebijakan publik hanya menekankan bantuan yang sifatnya sesaat dan parsial.

 

Kebijakan publik seperti itu hanya meredam kelaparan dalam hitungan hari. Didalamnya tidak ada kegiatan dan tindakan untuk mengentaskan kemiskinan. Karena tidak ada proses dan tahapan pemberdayaan orang miskin, seperti pemulung. Seperti kebijakan pembangunan kesejahteraan di dalamnya harus ada proses dan tahapan pemberdayaan sebagai tugas negara/pemerintah. Dan, kunci akhirnya dapat menciptakan keswadayaan, penguatan dan kemandirian ekonomi, meskipun skala mikro. Ini bagian meningkatkan derajat kemanusiaan.

 

Bantuan Sembako hanya akan menciptakan kemiskinan dan ketergantungan berkelanjutan. Bayangkan keluarga pemulung miskin punya 3-4 anak dapat bantuan beras 10 kg hanya cukup untuk beberapa hari! Keluarga itu akan menghabiskan beras 2-2,5 liter per hari untuk dikonsumsi, rata-rata makan 2-3 kali sehari. Keluarga pemulung miskin ini mengandalkan makan pokok dari beras.

 

Setelah beras habis, artinya bantuan Sembako habis, sementara income kecil sedangkan situasi harga-harga kebutuhan pokok terus naik, maka keluraga pemulung miskin jadi pusing kepala berbarengan dengan habisnya bantuan Sembako.

Mestinya pemerintah/negara harus berbuat apa? Dalam konteks tersebut harus bertanya pada orang miskin di kampung-kampung, pemulung di sekitar pembuangan sampah dan sektor informal.* 20/12/2024 (Red/tim)