Oleh Bagong Suyoto Ketua Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) dan Ketua Yayasan Kajian Sampah Nasional (YKSN)
badarnusantaranews..com-kab.Bekasi-Warga dan aktivis lingkungan semakin kesal dan geram dengan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi yang tidak serius membenahi TPA Burangkeng. Mereka menilai Kadis LH tersebut hanya mencari sensasi dan pencitraan.
Sejak TPA Burangkeng disegel oleh Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) pada 1 Desember 2024 hingga sekarang (26/12/2024) belum ada perbaikan signifikan, sebaliknya pencemaran makin massif. Warga dan aktivis menuntut KLH/BPLH segera menangkap Kadis LH Kabupaten Bekasi.
Hal ini merujuk pada kasus yang dikenakan pada mantan Kadis LH Kota Tangerang (2021-2024), karena tidak melaksanakan sanksi administratif untuk memperbaiki pengelolaan TPA Rawa Kucing. Sanksi hukum juga berlaku untuk Kadis LH Kabupaten Bekasi.
Kondisi yang menyelimuti TPA Burangkeng sebetulnya lebih buruk. Ada 37-41 masalah terpapar di TPA Burangkeng. Pengoperasian TPA ini sejak 1994-an tanpa perijinan yang jelas, tak ada Amdal, dan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Keberadaan TPA open dumping tersebut sebenarnya bagaikan pembuangan sampah liar cukup besar. Benarkah TPA Burangkeng tidak mempunyai Amdal?
Sepanjang November sampai 26 Desember 2024 hampir setiap hari tumpuk-tumpukan sampah diguyur hujan, menimbulkan sampah seringkali longsor. Leachate dari tumpuk-tumpukan sampah TPA Burangken semakin banyak bercampur air hujan. Yang menyedihkan nyaris 100 persen leachate masuk ke jalan, drainase dan langsung mengalir ke Kali Burangkeng. Dulu kali itu dikenal dengan Kali Soka sebagai simbol kearifan lokal.
Luas TPA Burangkeng sekitar 11 hektar. Sampah yang dibuang ke sini sekitar 800-900 ton per hari. Tingkat pelayanan hanya 42-45 persen. Timbulan sampah itu membuat pengelola kuwalahan, kini dalam posisi darurat. Karena tidak ada pengolahan atau pemrosesan sampah dengan teknologi di TPA tersebut, kecuali 200 pemulung mengais mengurangi timbulan sampahnya.
Tingkat pelayanan sampah yang kecil, berarti masih banyak timbulan sampah yang tidak dibuang ke TPA Burangkeng. Akibatnya terjadi tempat pembuangan sampah (TPS) liar. Terdapat ratusan TPS illegal di wilayah Kabupaten Bekasi, terutama yang lokasinya jauh dari TPA Burangkeng, mungkin jaraknya 60-70 Km.
Gakkum KLH telah menutup TPS CBL di Kampung Buwek Desa Sumberjaya setahun lalu, selanjutnya menyegel TPS Muarabakti Babelan, sebelumnya menyegel TPA Burangkeng. Selain ratusan TPS liar, juga terdapat pembuangan sampah di pekarangan kosong, pinggir-pinggir jalan, dranase, DAS dan badan sungai. Sampah yang masuk ke Kali CBL (Cikarng Bekasi Laut) merupakan sampah padat dan cair, yang terus mengalir hingga perairan Muaragembong dan laut Jawa. Sampah yang masuk ke sungai hingga laut itu, sengaja dibuang, bukan bocor.
Tata kelola limbah/sampah padat dan cair di wilayah Kabupaten Bekasi menunjukkan kesemrawutan dan pertanda ketidakmampuan luar biasa. Jika laporan tentang lingkungan didasarkan dari fakta-fakta obyektif akan memperoleh raport merah dan banyaknya pelanggaran hukum lingkungan sangat serius. Semua kebrengsekan merupakan predikat buruk sekali yang melekat pada Dinas LH Kabupaten Bekasi.
Berdasarkan oberservasi pada 22-24 Desember 2024 leachate TPA Burangkeng nyaris 100 persen masuk ke kali. Karena TPA tersebut tidak mempunya instalasi pengolahan air sampah (IPAS). Tidak ada laporan tentang UKP/UPL karena memang tak punya Amdal. Sejak ahkir 2021 IPAS TPA Burangke terurug sampah longsor. TPA open dumping tersebut jelas tidak punya IPAS merupakan fakta sumber pencemaran dan perusakan lingkungan secara sengaja dan sistematis serta bagian dari kejahatan lingkungan.
Pencemaran lingkungan, terutama tanah, air permukaan dan dalam semakin massif. Ketika hujan deras, air hujan bercampur lindi menggenangi pekarangan warga. Dampaknya, pekarangan jadi becek dan sangat bau. Beberapa tanaman warga mati akibat air lindi, seperti pohon rambutan, melinjo, dll.
Warga terdampak pencemaran memprotes agar segera melakukan pembenahan zona yang sering longsor, namun hanya mendapatkan jawaban; “ya, akan disampaikan ke atasan”. Sementara atasannya semakin dungu.
Tumpukan-tumpukan sampah sering longsor berada di bagian selatan zona B TPA Burangkeng. Zona bagian timur itu sudah menjadi satu, jalan operasional yang ada di tengah sudah terurug sampah.
Zona yang sampahnya sering longsor merupakan penambahan lahan seluas 2 hektar. Lahan itu langsung dibuangi sampah tanpa dibuat landfill dengan pemadatan tanah lempung dan lapisan geomembrane terlebih dulu. Sekitar 7 bulan lahan baru itu sudah penuh sampah, karena sampah hanya ditumpuk dan tumpuk saja. Pembuangan sampah secara terbuka merupakan bentuk “kejahatan lingkungan”.
Tangkap Kadis LH Kabupaten Bekasi
Warga, Prabu Peduli Lingkungan dan sejumlah aktivis lingkungan dari Koalisi Persampahan Nasional (KPNas), Kawali Indonesia Lestari, Ampibhi, Yayasan Kajian Sampah Nasional (YKSN), dll melakukan demo damai penutupan TPA Burangkeng dimulai hari Senin, 23 Desember 2024 hingga ada keseriusan Dinas LH Kabupaten Bekasi membenahi TPA open dumping itu mengikuti ketentuan peraturan perundangan.
Ketika demo damai spontanitas, ratusan truk sampah sedang mengantri mau buang sampah ke zona aktif. Tetapi, pendemo tetap meminta agar tidak membuang sampah ke TPA Burangkeng. Lalu, sekitar 200-an sopir truk sampah dan knek datang ke posko pendemo ingin dialog untuk mendapatkan solusi terbaik, karena berbagai alasan, seperti ongkos jalan sudah menipis, dan lainnya.
Kemudian demi alasan kemanusiaan, pendemo memperbolehkan mereka membuang sampah, tetapi besok tidak boleh (24 Desember 2024). Para sopir itu sepakat dan senang, bahkan mendukung perjuangan warga Burangkeng demi lingkungan yang baik dan sehat.
Tutuntan warga dan aktivis linkungan dalam demo sebagai berikut: Pertama, meminta keterbukaan informasi publik mengenai apa tindaklanjut secara nyata tata kelola TPA Bantargebang, setelah penyegelan pihak Kementerian LH pada tangga 1 Desember 2024 sampai sekarang.
Kedua, klarifikasi DLH Kabupaten Bekasi apa dasarnya mendapatkan 4 Penghargaan Lingkungan Hidup dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Ketiga, sebelum ada klarifikasi dan sosialisai tata Kelola sampah di TPA Burangkeng yang benar menurut peraturan perundang-undangan, maka Masyarakat dan para aktivis lingkungan menuntut tidak ada kegiatan pelayanan pembuangan sampah.
Keempat, meminta kepada Pihak Kementerian LH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup untuk segera menangkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Syafri Donny Sirait karena telah melanggar UU No. 18 Th 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU No. 32 Th 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Tuntutan di atas sangat jelas, sebab secara hukum dilekatkan pada tanda papan segel yang dipasang lansung oleh Menteri LH/Kepala BPLH Hanif Faisol Nurofiq dibantu Ditjen Gakkum KLH Rasio Ridho Sani pada 1 Desember 2024. Sekarang penanganan kasus tersebut menjadi tanggung jawab Ditjen Gakkum KLH.
Warga Burangkeng dan aliansi aktivis lingkungan mengawal penyegelan KLH/BPLH terhadap TPA Burangkeng. Bahwa keberadaan dan operasional yang dilakukan secara open dumping yang dilakukan belasan tahun merupakan pelanggaran sangat nyata, dan merupakan bentuk akumulasi kejahatan lingkungan hidup.
Oleh karena itu mereka meminta KLH/BPLH menangkap segera Kadis LH Kabupaten Bekasi yang memprosesnya secara hukum. Guna memberikan efek jera dan sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kesengajaan dan ketidakmampuannya mengelola TPA Burangkeng. Juga, kasus-kasus pencemaran serius akibat amburadulnya pengelolaan sampah di wilayah Kabupaten Bekasi.
“Lingkungan Mati”
Warga Burangkeng sudah lama terancam dari dalam dan permukaan tanah dana udara, makin menderita akibat pencemaran lingkungan yang semakin parah. Masyarakat dan peradabahannya tergilas tumpukan-tumpuk sampah busuk yang bertambah amburadul dan ancaman kesehatan dari gas metana (CH4), CO2 dan gas lainnya. Gas-gas itu menyebabkan gas rumah kaca, perubahan iklim dan pemanasan global.
Burangkeng dalam ancaman iklim kotor dan berbagai penyakit. Seorang warga mengatakan, kondisi sekarang ini bukan Lingkungan Hidup lagi, tetapi warga dalam “Lingkungan Mati”.
Lanjut warga itu, mestinya, ada Dinas Lingkungan Hidup dan “Dinas Lingkungan Mati”. Kata-kata itu ditirukan beberapa aktivis yang sedang duduk menjaga posko demo. Saking jengkelnya melihat kelakukan masa bodoh Pemerintah Kabupaten Bekasi, terutama dinasnya yang abai, tak peduli terhadap kondisi lingkungan tercemar akibat TPA Burangkeng.
“Lingkungan Mati” mengindikasikan adanya kematian, kematian sejumlah pohon, kematian ikan dan makhluk lain, juga matinya sejumlah biota air di Kali Burangkeng. Matinya pencaharian petani karena sawahnya tercemar, dampaknya produktivitas panen padi terus menurun sepanjang tahun. Kemudian akan menuju matinya manusia yang ada di sekitar TPA tersebut.
“Lingkungan Mati” merupakan ancaman serius bagi masa depan masyarakat Burangkeng. Matinya hak asasi yang paling dasar, yakni hilangnya lingkungan hidup yang baik, sehat dan berkelanjutan.
“Lingkungan Mati” berarti matinya perundang-undangan dan peraturan terkait bisa terjadi sebab dilanggar oleh Bupati, Kadis LH Kabupaten Bekasi setiap hari selama bertahun-tahun. Mereka melanggar Pasal 28H UUD 1945, UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah dan peraturan terkait.* 26/12/2024 (Red/tim).